Pages

Minggu, 07 Oktober 2012

Do’a penenang Hati, penghilang rasa sedih


Untuk teman-temanku yang lagi bersedih karena sesuatu menimpa anda, jalan yang paling bagus adalah menyerahkan segalanya kepada pemagang kekuasaan tertinggi atas segala hal, Allah, SWT.
Seandainya anda merasakan kesedihan kerana sesuatu menimpa anda seperti gagal dalam ujian, sulit mencari pekerjaan,harta hilang, kematian yg menimpa keluarga anda, tidak mendapatkan sesuatu yang anda cita-citakan, jodoh tidak kunjung datang dan musibah-musibah lain, maka ada do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti berikut :
“Tidaklah seseorang ditimpa suatu kegundahan maupun kesedihan lalu dia berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya saya adalah hamba-Mu, putera hamba lelaki-lelaki dan perempuan-perempuan Mu, , ubun-ubunku ada di Tangan-Mu, telah berlalu padaku hukum-Mu, adil pada ketentuan-Mu. Aku meminta kepada-Mu dengan seluruh Nama yang Engkau miliki, yang Engkau menamakannya untuk Diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu. Jadikanlah Al-Qur`an sebagai musim bunga (penyejuk) hatiku dan cahaya dadaku, pengusir kesedihanku serta penghilang kegundahanku.” melainkan akan Allah hilangkan kegundahan dan kesedihannya dan akan diganti dengan diberikan jalan keluar dan kegembiraan.” Tiba-tiba ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, tidakkah kami ajarkan do’a ini (kepada orang lain)? Maka Rasulullah menjawab: “Bahkan selayaknya bagi siapa saja yang mendengarnya agar mengajarkannya (kepada yang lain).” (HR. Ahmad no.3712 dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy, Sheikh Syuâ’aib al-Arnaouth menyatakan Isnadnya Dhaif)
atau ada do’a yang lain :
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari gundah gulana, sedih, lemah, malas, kikir, penakut, belenggu hutang dan dari tekanan/penindasan orang lain.” (HR. Al-Bukhariy 7/158 dari Anas radhiyallahu ‘anhu)
Implementasinya dalam bahasa apa saja karena sesungguhnya Allah,SWT. mengetahui bahasa hamba-Nya.
(Sumber : Guru ngajiku)

Senin, 30 Mei 2011

PENDIDIKAN DI INDONESIA

KATA PENGANTAR
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksut membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusianya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia.

Manusia memiliki ciri-ciri khas yang secara prinsipil berbeda dengan hewan. Ciri khas manusia yang membedakan dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang disebut sifat dan hakikat manusia. Disebut sifat dan hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki olehmanusia dan tidak terdapat ada hewan.
Pemahaman pendidik terhadap sifat hakikat manusia manusia akan membentuk peta tentang karektasistik manusia.peta ini akan menjadi landasan serta memberikan acuan baginya dalam bersikap, menyusun strategi , metode, dan teknik, serta memilih orentasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi trnsaksional di dalam interaksiedukatif.

Gambaran tentang manusia itu perlu dimiliki oleh pendidik adalah pendidik karena adanya pengembangan sains dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini. Lebih-lebih pada masa mendatang. Memang banyak manfaat yang dapat diraih bagi kehidupan manusia darinya. Namun, disisi lain tidak dapat dielakkan akan adanya dampak negatif, yang terkandang tanpa disadari sangat merugikan bahkan mengancam keutuhan eksentasi manusia.

Makassar, 10 Oktober 2010


Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Microteaching
B. Komponen Keterampilan Mengajar
a) Komponen-komponen Keterampilan Bertanya Dasar
b) Bertanya Lanjutan
c) Memberi Penguatan
d) Komponen-komponen Keterampilan Mengadakan Variasi
e) Menjelaskan Pelajaran (Penyajian Bahan)
f) Membuka dan Menutup Pelajaran
g) Mengelola Kelas
h) Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
i) Pengajaran Kelompok Kecil dan Perorangan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas dan tanggung jawab guru khususnya dalam pengajaran perlu diperhatikan dengan serius. Ia memerlukan kemampuan profesionalitas. Pengetahuan, sikap, dan skill yang telah diperoleh melalui program pendidikan keguruan maupun re service training perlu dikembangkan melalui pengalaman mengajar di sekolah atas bimbingan Kepala Sekolah.
Mengajar di kelas dengan peserta didik ± 40 orang dalam alokasi waktu 40 menit Satu pertemuan merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Hal ini memerlukan latihan praktek di kelas. Bagi calon guru akan dirasakan lebih rumit lagi dan sulit. Sebab, dalam latihan praktek mengajar ”for the students teacher has a two fold intention, that is pupils learn while he learn to teach (Brown, 1975), sehingga dalam latihan praktek mengajar yang langsung di kelas yang demikian kondisi yang dihadapinya itu, maka perhatian calon guru dalam mengajar terutama akan tertuju pada “his pupils learn” dan akan terabaikanlah tujuan utamanya “he learn to teach”. Bahkan jika praktikan mengalami kekeliruan mengajar akan berakibat langsung pada sekian banyak peserta didik. Ini merupakan satu kelemahan mendasar sifatnya, disamping masih terdapat kelemahan lainnya.
Untuk mengatasi kelemahan yang mendasar tersebut dikembangkanlah pengajaran (Micro Teaching) dalam kerangka pendidikan guru berdasarkan kompetensi (PGBK). Sebenarnya, pengajaran mikro sebagai salah satu bagian dari program pengalaman kerja lapangan (PPL) untuk menunjang PGBK itu.
Tahun 1971 pengajaran mikro mulai dikembangkan di negara-negara Asia terutama Malaysia, Philipina, dan kemudian Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu rekomendasi ”The Second Sub-Regional Workshop on Teacher Education”.
Kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju dibandingkan ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan sekedar study terapan berdasarkan hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial.
B. Rumusan masalah
Sesuai dengan apa yang kita sampaikan sebelumnya bahwa makalah ini akan membahas tentang Interaksi Pembelajaran(microteaching), maka yang akan menjadi rumusan masalahnya kali ini yaitu :
a. Pengertian Pengajaran Mikro
b. Komponen Keterampilan Mengajar
c. Langkah-langkah pengajaran mikro.


C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian pengajaran mikro.
b. Untuk mengetahui komponen keterampilan mengajar yang berkaitan dengan pengajaran mikro.
c. Untuk mengetahui langkah-langkah pengajaran mikro.















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Microteaching

Micro Teaching berasal dari dua kata yaitu micro berarti kecil, terbatas, sempit dan teaching berarti mengajar. Jadi, Micro Teaching berarti suatu kegiatan mengajar yang dilakukan dengan cara menyederhanakan atau segalanya dikecilkan. Maka, dengan memperkecil jumlah murid, waktu, bahan mengajar dan membatasi keterampilan mengajar tertentu, akan dapat diidentifikasi berbagai keunggulan dan kelemahan pada diri calon guru secara akurat. J.Cooper & D.W. Allen ( 1971, h. I ) mengatakan bahwa Pengajaran mikro adalah studi tentang suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah tertentu, yakni selama empat atau sampai dua puluh menit dengan jumlah siswa sebanyak tiga sampai sepuluh orang.bentuk pengajaran di sederhanakan, guru hanya memfokuskan diri hanya pada beberapa aspek.pengajaran berlangsung dalam bentuk sesungguhnya, hanya saja di selenggarakan dalam bentuk mikro. membahas tentang pengertian pengajaran mikro, sejarahnya, rasional, penggunaan pengajaran mikro dan efektivitas pengajaran mikro, serta rangkuman penelitian.
Micro teaching atau pengajaran Mikro merupakan kegiatan yang sangat vital bagi setiap mahasiswa atau calon guru. Untuk memenuhi tuntutan agar dapat menempatkan kediriannya utuh dan professional di bidang keguruan. Mereka beranggapan bahwa asal lulus pasti dapat mengajar, karena sudah belajar dan memiliki banyak teori yang berkaitan dengan cara-cara mengajar.
Tetapi kenyataan banyak masalah yang yang timbul saling bertautan satu sama lain, baik segi tempat, waktu praktik maupun aspek-aspek yang berasal dari diri mahasiswa atau siswa praktikan. Latihan praktik mengajar yang dilakukan secara langsung dalam real class room, akan banyak ditemukan permasalahan baru yang tidak mungkin dapat dipecahkan secara cepat dan tepat pada saat di depan kelas juga.
Calon guru yang melakukan real class room teaching akan berdampak cukup signifikan memenuhi maksud proses belajar mengajar. Dengan demikian, calon guru harus langsung di depan kelas berhadapan dengan 30 siswa atau lebih, untuk menyampaikan pesan atau misi satuan pelajaran yang padat dan kompleks, maka akan dirasakan sebagai beban yang berat. Sebab pada hakikatnya ia sendiri baru belajar untuk mengajar. Dilihat dari aspek historis bahwa Pengajaran mikro mulai di kembangkan di Universitas Stanford pada tahun 1963, dalam rangka menemukan metode latihan bagi para calon guru yang lebih efektif.Dalam rangka mengembangkan keterampilan mengajar, perbuatan mengajar yang kompleks itu dipecapecah menjadi sejumlah keterampilan agar mudah dipelajari. Disamping itu diteliti pula cara-cara menggunakan metode secara fleksibel dan efektif, dan disertai pertanyaan-pertanya an sebagai reinforcement.
Sistem pengajaran kelas telah mendudukkan guru pada satu tempat yang sangat penting, karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap interaksi belajar mengajar yang diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan keterampilan dalam pelaksanaan. Belajar merupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang tidak dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan keguruannya.
B. Komponen Keterampilan Mengajar
Macam-macam ketrampilan mengajar yang berkaitan dengan praktek pengajaran mikro, menurut Allen and Ryan (1969) dalam bukunya ”Micro Teaching” ada 14 (komponen-komponen ketrampilan mengajar) :
1. Stimulus Variation
2. Set Induction
3. Closure
4. Silence and Non Verbal Cues
5. Reinforcement of Student Partisipation
6. Fluency in asking Question
7. Probing Questions
8. Higher Order Questions
9. Divergent Questions
10. Recognizing Attending Behavior
11. Illustrating and Use of Example
12. Lecturing
13. Planed Repetition
14. Completeness of Communication
Menurut Bahan Penataran Wawasan Kependidikan Guru Agama Islam SMTP/SMTA 1985 yang diterbitkan Depdikbud RI, dijelaskan setidaknya ada 9 komponen ketrampilan mengajar yang dapat di observasi dalam pengajaran mikro :
1. Bertanya Dasar
2. Bertanya Lanjutan
3. Memberi Penguatan
4. Mengadakan Variasi Mengajar
5. Menjelaskan Pelajaran
6. Membuka dan Menutup Pelajaran
7. Mengelola Kelas
8. Membimbing Diskusi Kecil
9. Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
a. Komponen-komponen Keterampilan Bertanya Dasar
Pemahaman komponen serta penguasaan penggunaan oleh guru merupakan faktor penting dalam usaha pencapaian tujuan penggunaan pertanyaan dalam kelas. Komponen-komponen tersebut meliputi:
1) Pengungkapan Pertanyaan Secara Jelas dan Singkat
Agar siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, maka pertanyaan yang diberikan harus jelas dan singkat, serta penyusunan kata-kata dalam pertanyaan pun harus disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan siswa.


2) Pemberian Acuan
Pemberian acuan yang berupa pertanyaan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan dari siswa. Dengan memberikan acuan memungkinkan siswa memakai serta mengolah informasi untuk menemukan jawaban dari pertanyaan dan tetap mengarahkan siswa untuk tetap fokus pada pokok bahasan yang sedang dibicarakan.
3) Pemusatan
Berdasarkan batas lingkupnya, pertanyaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pertanyaan luas dan pertanyaan sempit. Penggunaannya pun tergantung pada tujuan pertanyaan dan pokok dalam diskusi yang hendak ditanyakan.
4) Pemindahan Giliran
Pertanyaan yang diberikan oleh guru tidak harus dijawab oleh seorang siswa. Misal : mula-mula guru mengajukan pertanyaan kepada siswa seluruh kelas, kemudian memilih beberapa siswa untuk menjawab dengan cara menyebut nama siswa atau menunjuk siswa.
5) Penyebaran
Pemberian pertanyaan secara acak oleh guru, diharapkan agar setiap siswa mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Pada penyebaran, beberapa pertanyaan yang berbeda disebarkan giliran untuk menjawab kepada siswa yang berbeda pula.
6) Pemberian Waktu Berpikir
Setelah memberikan pertanyaan, guru perlu memberikan waktu beberapa detik untuk berfikir. Teknik memberikan waktu berfikir ini sangat perlu agar siswa mendapat kesempatan untuk menemukan dan menyusun jawaban.
7) Pemberian Tuntunan
Bila seorang siswa memberikan jawaban yang salah tau tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, hendaknya guru memberikan tuntunan kepada siswa agar dapat menemukan jawaban yang benar.
Pemberian tuntunan dapat dilakukan dengan cara :
- mengungkapkan sekali lagi pertanyaan
- mengajukan pertanyaan lain yang lebih sederhana
- mengulangi penjelasan-penjelasan sebelumnya yang berhubungan dengan pertanyaan.
b. Bertanya Lanjutan
1) Pengubahan tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan
Pertanyaan yang diberikan guru dapat mengundang proses mental yang berbeda, ada yang menuntut proses mental yang rendah dan ada pula yang menuntut proses mental yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pertanyaan yang diberikan oleh guru hendaknya dapat mengubah tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan. Tingkat kognitif yang lebih tinggi seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2) Kesimpulan
Pengaturan urutan pertanyaan diberikan bertujuan untuk mengembangkan tingkat kognitif dari sifatnya lebih rendah ke yang lebih tinggi dan kompleks. Misal: pertama guru memberikan pertanyaan pemahaman, setelah itu pertanyaan penerapan, analisis, sintesis, dan diakhiri dengan evaluasi.

3) Menggunakan Pertanyaan Pelacak
Jika jawaban yang diberikan siswa dianggap benar oleh guru, tetapi masih dapat ditingkatkan menjadi lebih sempurna, maka guru dapat mengajukan pertanyaan pelacak, dengan teknik-teknik sebagai berikut:
 Klarifikasi
-
 Meminta siswa memberikan alasan
-
 Meminta kesepakatan pandangan
-
 Meminta ketepatan jawaban
-
 Meminta jawaban yang lebih relevan
-
 Meminta contoh
-
 Meminta jawaban yang lebih kompleks.
-
4) Peningkatan Terjadinya Interaksi
Agar siswa lebih terlibat secara pribadi dan ;ebih bertanggung jawab atas kemajuan dan hasil diskusi, guru hendaknya mengurangi atau menghilangkan perannya sebagai penanya sentral. Untuk itu ada dua cara yang dapat ditempuh. Cara pertama, guru mencegah pertanyaannya dijawab oleh seorang siswa, tetapi siswa-siswa diberi kesempatan singkat untuk mendiskusikan jawabannya bersama teman terdekatnya. Cara kedua, jika siswa mengajukan pertanyaan, guru itu tidak segera menjawab pertanyaan tersebut, tetapi melontarkan kembali pertanyaan tersebut kepada siswa untuk didiskusikan.
c. Memberi Penguatan
Keterampilan memberikan penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu dipahami dan dikuasai, antara lain:
1) Penguatan verbal
Penguatan verbal yaitu komentar yang berupa kata-kata pujian, dukungan, pengakuan, dorongan yang dipergunakan untuk menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa.
2) Penguatan non-verbal
-- Penguatan berupa mimik dan gerakan badan
Penguatan ini berupa mimik dan gerakan-gerakan badan seperti senyuman, anggukan, acungan ibu jari dan tepukan tangan.
-- Penguatan dengan cara mendekati
Yaitu berupa mendekatnya guru kepada siswa untuk menyatakan perhatian dan kesenangannya terhadap pekerjaannya, tingkah laku atau penampilan siswa.
-- Penguatan dengan sentuhan
Penguatan yang demikian dapat berupa menepuk-nepuk bahu, atau pundak siswa, menjabat tangan siswa, atau mengangkat tangan siswa yang menang pertandingan.
-- Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan
Yaitu dengan memberikan tugas-tugas atau kegiatan-kegiatan yang disenangi siswa.
-- Penguatan berupa simbol atau benda
Penguatan jenis ini dapat berupa komentar tertulis pada buku siswa, kartu bergambar, bintang plastik, lencana.
-- Penguatan tak penuh
d. Komponen-komponen Keterampilan Mengadakan Variasi
1) Variasi dalam gaya mengajar guru
Setiap guru, dalam mengajar tentu memiliki variasi yang berbeda-beda seperti :
- Penggunaan variasi suara, yaitu perubahan nada suara dari keras menjadi lemah, dari tinggi menjadi rendah, atau yang lainnya.
- Pemusatan perhatian, yaitu dengan ucapan-ucapan yang menekan agar siswa dapat berfokus pada materi yang sedang dipelajari. Cara ini biasanya diikuti dengan menunjukkan gambar pada papan tulis atau dinding.
- Kesenyapan, artinya perubahan keadaan atau situasi pada saat guru sedang menerangkan sesuatu.
- Mengadakan kontakpandang, artinya pada saat guru menerangkan, hendaknyapandangan guru harus menjelajahi seluruh kelas. Sehingga interaksi antara guru dan siswa dapat berlangsung.
- Gerakan badan dan mimik.
- Pergantian posisi guru dalam kelas.
2) Variasi dalam penggunaan media dan bahan pengajaran
Media dan alat pengajaran, bila ditinjau dari indera yang digunakan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu yang dapat didengar, yang dapat dilihat, dan yang dapat diraba, dibau (dicium) atau dimanipulasi.
Pertukaran penggunaan dari jenis yang satu ke jenis yang lain atau dari bermacam alat/bahan dalam komponen mengharuskan anak menyesuaikan alat inderanya sehingga lebih dapat mempertinggi tingkat perhatian siswa. Karena besar kemungkinan tiap anak mempunyai kemampuan berbeda dalam menggunakan alat inderanya untuk belajar, maka pendekatan multi indera ini akan dapat memenuhi selera anak yang berbeda tersebut.
Bahan dan alat yang baru juga dapat menambah rasa ingin tahu siswa. Yang amat penting lagi adalah bahwa alat media dan bahan yang kaya dan beragam serta relevan dngan tujuan pengajaran dapat merangsang pikiran dan hasil belajar yang bermakna dan lebih bertahan lama sebagai berikut.
- Variasi alat/yang dapat dilihat
- Variasi alat/bahan yang dapat didengar
- Variasi alat/bahan yang dapat diraba dan dimanipulasi
- Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa

e. Menjelaskan Pelajaran (Penyajian Bahan)
Komponen keterampilan menjelaskan terbagi dua, yaitu :
- Menganalisis dan merencanakan.
- Menyajikan
1. Merencanakan
a. Yang berhubungan dengan isi pesan (materi) hal ini mencakup :
1. Menganalisis secara keseluruhan. Hal ini termasuk mengidentifikasi unsur apa yang akan dihubungkan (dikaitkan) dalam penjelasan itu.
2. Menentukan jenis hubungan yang ada antara unsur-unsur yang dikaitkan itu misalnya unsur yang satu berbeda atau bertentangan dengan yang lain. Contoh : kecepatan angin yang berbeda pada bagian atas dan bawah sayap pesawat terbang menyebabkan pesawat dapat terangkat naik.
3. Menggunakan hukum, rumus atau generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan.
b. Yang berhubungan dengan penerima pesan (siswa)
Merencanakan suatu penjelasan harus mempertimbangkan penerima pesan, yaitu kepada siapa penjelasan itu disajikan agar memahami dengan baik, serta kesiapan sipenerima, sehubungan dengan itu ada 3 pertanyaan yang harus membimbing seseorang untuk merencanakan suatu penjelasan.
1. Apakah penjelasan itu cukup relevan dengan pertanyaan yang diajukan siswa atau dengan situasi yang kelihatannya membingungkan mereka.
2. Apakah penjelasan itu memadai yakni mudah diserap siswa melalui apa yang telah diketahui.
3. Apakah penjelasan itu cocok dengan khazanah pengetahuan anak pada waktu itu.
2. Menyajikan suatu penjelasan
Penjelasan atau penyajian dapat ditingkatkan hasilnya dengan memperhatika komponen :
 Kejelasan
-
 Penggunaan ilustrasi dan contoh
-
 Pemberian tekanan
-
 Balikan
-
f. Membuka dan Menutup Pelajaran
1. Membuka Pelajaran
Pada awal pelajaran guru harus melakukan kegiatan membuka pelajaran. Komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi : menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan dan membuat kaitan. Komponen-komponen dan aspek-aspek itu adalah :
a. Menarik perhatian siswa
- Gaya mengajar guru
- Menggunakan alat-alat bantu mengajar
- Pola interaksi yang bervariasi
b. Menimbulkan motivasi
Salah satu tujuan dari prosedur membuka pelajaran adalah memilih secara hati-hati hal yang menjadi perhatian siswa hingga akan menimbulkan motivasi dengan adanya motivasi itu proses belajar mengajar menjadi dipermudah. Ada 4 cara untuk menimbulkan motivasi
c. Memberi acuan (structuring)
Usaha untuk dapat dilakukan guru adalah:
1. Mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas
Guru hendaknya terlebih dahulu mengemukakan tujuan pelajaran dan batas-batas tugas yang hendak dikerjakan oleh siswa agar mereka memperoleh gambaran yang jelas tentang ruang lingkup materi pelajaran yang akan dipelajari.
2. Menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan
Pada permulaan atau pada saat-saat tertentu selama penyajian pelajaran siswa akan terarah usahanya dalam mempelajari materi pelajaran jika guru dapat memberi saran-saran tentang langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan.
3. Mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas
Misalnya mengingatkan siswa untuk menemukan hal-hal untuk dari sufat-sifat tentang suatu konsep, disamping hal-hal positif siswa perlu diingatkan untuk hal-hal negatif.
4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan
Dengan mengajukan pertanyaansebelum memulai menjelaskan materi pelajaran akan mengarahkan siswa dalam mengantisipasi palajaran yang akan dipelajari.
d. Membuat kaitan
Usaha guru untuk membuat kaitan terhadap materi yang akan disampaikan, contohnya yaitu :
1. Membuat kaitan aspek yang relevan dari bidang studi yang telah dikenal siswa.
2. Guru membandingkan atau mempertimbangkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah diketahui.
3. Guru menjelaskan konsepnya atau pengertiannya lebih dahulu sebelum menyajikan bahan secara terperinci.
2. Menutup pelajaran
Menjelang akhir suatu pelajaran atau pada akhir setiap penggal kegiatan guru harus melakukan kegiatan penutup pelajaran agar siswa memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran. Adapun caranya sebagai berikut:
- Meninjau kembali
Ada 2 cara meninjau kembali penguasaan inti pelajaran itu, yaitu:.
a. merangkum inti pelajaran
b. membuat ringkasan.
- Mengevaluasi
Salah satu upaya mengetahui apakah siswa sudah memperoleh wawasan yang utuh tentang konsep yang diajarkan selama satu jam pelajaran atau sepenggal kegiatan tertentu adalah kegiatan penilaian. Untuk maksud tersebut guru dapat meminta siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan secara lisan atau mengerjakan tugas-tugas.



g. Mengelola Kelas
Keterampilan mengelola kelas terbagi dalam 2 jenis keterampilan utama, yaitu
1. Keterampilan yang behubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal
1. Menunjukkan sikap tanggap
Tingkah laku guru yang tampak kepada siswa bahkan guru sadar serta tanggap terhadap perhatian mereka tidak acuh terhadap kegiatan kelas. Kesan ketanggapan ini dapat ditunjukkan dengan berbagai cara seperti berikut:
a. memandang secara seksama
b. gerak mendekati
c. memberikan pertanyaan
d. memberikan reaksi teradap gangguan dan ketakacuhan siswa.
2. Membagi perhatian
Dapat dilakukan dengan 2 cara:
a. Visual
Dalam hal ini guru mengalihkan pandangannya dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain sedemikian rupa sehingga ia mengadakan suatu kontak pandang yang singkat terhadap sekelompok siswa secara individu. Hal ini menunjukkan perhatian guru terhadap sekelompok siswa atau seseorang siswa tertentu.
b. Verbal
Guru dapat memberi komentar singkat terhadap aktivitas seorang siswa yang dilihatnya atau yang dilaporkan oleh siswa tersebut.

3. Memusatkan perhatian kelompok
Dapat dilakukan dengan cara:
a. Menyiagakan siswa memusatkan perhatian siswa pada suatu tugas dengan menciptakan suatu situasi yang menarik perhatian, sebelum guru menyampaikan topik pelajaran.
b. Menuntut tanggung jawab siswa sehubungan dengan tugasnya dan tanggung jawabnya.
4. Memberikan petunjuk yang jelas
Apa yang disampaikan guru harus jelas dan singkat kepada siswa baik untuk seluruh kelas, kelompok maupun perorangan.
5. Menegur
Teguran verbal guru yang efektif harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Tegas dan jelas tertuju pada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang harus dhentikan.
b. Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan / mengandung penghinaan.
c. Menghindari ocehan /ejekan guru, lebih-lebih berkepanjangan.
d. Guru dan siswa dapat membuat aturan-aturan/prosedur tertentu sebagai bagian dari pada kegiatan operasional di kelas untuk disepakati bersama, sehingga teguran akan bersifat mengingatkan.



6. Memberi peringatan
Dalam hal ini guru dapat menggunakan 2 macam cara sebagai berikut:
a. Guru dapat memberikan penguatan kepada siswa yang mengganggu yaitu dengan jalan ”menangkap” siswa tersebut ketika ia sedang melakukan tingkah laku yang wajar yang menunjukkan keterlibatannya dalam tugas dan juga berusaha ”menangkap” pelaku yang tidak wajar kemudian menegurnya.
b. Guru dapat memberikan berbagai komponen penguatan kepada siswa lain yang bertingkah laku wajar . Dengan demikian akan menjadi contoh dan teladan tentang tingkah laku positif bagi siswa yang suka mengganggu.
2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal
Keterampilan ini berkaitan dengan respon guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.
h. Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Ada 6 keterampilan yang harus dimiliki guru, yaitu:
1. Memusatkan perhatian
Selama diskusi berlangsung dari awal sampai akhir guru harus selalu berusaha memusatkan perhatian siswa pada tujuan atau topik diskusi. Tidak tercapainya tujuan dapat disebabkan oleh penyimpangan topik. Cara yang dapat dilakukan :

a. Merumuskan tujuan pada awal diskusi serta mengenalkan topik.
b.Menyatakan masalah-masalah khusus dan menyatakan kembali bila terjadi penyimpangan.
c. Menandai dengan cermat perubahan-perubahan yang tidak relevan yang menyimpang daridiskusi dari tujuannya atau masalah khusus yang sedang dibicarakan apabila hal itu terjadi, guru segera mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang didahului dengan komentar yang memaksa dan mengembalikan siswa untuk mempertimbangkan pengarahan dari pertanyaan hingga diskusi kembali kearah semula.
d. Merangkum hasil pembicaraan pada tahap-tahap tertentu sebelum melanjutkan dengan masalah berikutnya. Rangkuman ini dibuat dengan memanfaatkan gagasan siswa, misalnya;
1. mengakui gagasan siswa dengan jalan mengulang bagian penting yang diucapkan
2. memodifikasi gagasan tersebut dengan cara menguraikannya
3. menggunakan gagasan siswa untuk mencapai kesimpulan
4. membandingkan gagasan siswa dengan gagasan yang telah diucapkan sebelumnya
5. merangkum hal-hal yang telah diuraikan siswa baik secara perorangan.
2. Memperjelas masalah urunan pendapat
Selama diskusi berlangsung, sering terjadi penyampaian ide yang kurang jelas, hingga sukar ditangkap oleh anggota kelompok. Untuk menghindari hal itu, guru haruslah memperjelas penyampaian ide tersebut. Memperjelas dapat dilakukan dengancara:
- Menguraikan kembali atau merangkum urunan tersebut hingga menjadi jelas
- Meminta komentar siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu mereka memperjelas ataupun mengembangkan ide tersebut
- Menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi tambahan atau contoh yang sesuai, hingga kelompok memperoleh pengertian yang lebih jelas.
3. Menganalisis pandangan siswa
Didalam suatu diskusi sering terjadi perbedaan pendapat diantara anggota kelompok., hingga guru diharapkan mampu menganalisis alasan perbedaan tersebut.
a. Meneliti apakah alasan tersebut memang mempunyai dasar yang kuat
b. Memperjelas hal-hal yang disepakati dan tidak disepakati
4. Meningkatkan urunan siswa
Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan urunan pikiran, yaitu:
a. Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang siswa untuk berfikir karena pertanyaan tersebut merupakan tantangan bagi ide atau kepercayaan.
b. Memberikan contoh baik verbal maupun nonverbal yang sesuai pada saat yang tepat.
c. Menghangatkan suasana dengan mengajukan pertanyaan yang mengundang perbedaan pendapat.
d. Memberi dukungan terhadap urunan siswa dengan jalan mendengarkan dengan penuh perhatian, memberi komentar yang positif/mimik yang memberikan dorongan serta sikap yang bersahabat.
e. Memberi waktu yang cukup untuk berfikir tanpa diganggu dengan komentar guru.


5. Menyebarkan kesempatan berpartisipasi
Agar hasil diskusi dapat dikatakan hasil kelompok serta agar setiap anggota kelompok merasa terlibat mendapatkan kepuasan dalam diskusi tersebut kesempatan berpartisipasi perlu sebarkan.Dengan demikian guru memiliki keterampilan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi para siswa dalam berpartisipasi.
Penyebaran kesempatan berpartisipasi ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
a. Mencoba memancing urunan siswa yang enggan berpartisipasi dengan mengarahkan pertanyaan secara bijak
b. Mencegah terjadinya pembicaraan yang serentak, dengan memberi giliran pada siswa yang pendiam terlebih dahulu
c. Mencegah secara bijaksana siswa yang suka memonopoli pembicaraan
d. Mendorong siswa untuk mengomentari urunan temannya hingga interaksi antar siswa-siswa dapat ditingkatkan
e. Meminta persetujuan siswa untuk melanjutkan diskusi dengan mengambil salah satu pendapat/jalan tengah yang dianggap sesuai oleh guru, apabila diskusi menemui jalan buntu.
6. Menutup diskusi
Ketrampilan terakhir yang harus dikuasai guru adalah menutup diskusi.
i. Pengajaran Kelompok Kecil dan Perorangan
Ada 4 komponen ketrampilan yang harus dimiliki oleh guru untuk pengajaran kelompok kecil dan perorangan. Keempat ketrampilan tersebut adalah mengadakan pendekatan secara pribadi, mengorganisasikan, membimbing dan memudahkan belajar, serta merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.

Adapun strategi untuk mencapai keterampilan pengembalian kondisi belajar yang optimal adalah:
1. Modifikasi tingkah laku
Langkah-langkah dalam mengorganisir pendekatan modifikasi tingkah laku:
a. Memerinci secara tepat tingkah laku yangmenimbulkan masalah berupa gangguan, atau tidak terlibat dalam tugas.
b. Memilih suatu norma atau tolak ukur yang realistik untuk tingkah laku yang akan menjadi tujuan dalam program remedial yang akan dilaksanakan.
c. Guru dapat bekerja sama dengan rekan sekerja untuk mengorganisir suatu pengamatan untuk mengukur perubahan dari tingkah laku tersebut.
d. Guru memilih dengan teliti tingka laku yang akan diteliti dan diperbaiki setelah dipertimbangkan untuk mudh diubah.
e. Guru memiliki berbagai cara yang khas dan pola pengaturan yang siap untuk digunakan dalam meningkatkan tingkah laku yang diinginkan.
f. Kegiatan dalam pengajaran perorangan dapat berupa bekerja keras dengan bahan yang siap dipakai dapat belajar sendiri dengan jadwal harian yang disiapkan sendiri.
2. Mengadakan supervisi proses lanjut berupa interaksi guru dan siswa. Inetraksi tersebut dapat berupa:
a. Memberi pelajaran atau bimbingan tambahan kepadasiswa
b. melibatkan diri sebagai peserta dengan hak dan kewajiban sama dengan siswa
c. Memimpin diskusi bila perlu
d. Bertindak sebagai katalisator (penghubung) untuk meningkatkan kemampuan siswa.
3. Mengadakan supervisi perpaduan memusatkan perhatian kepada penilian pencapaian tujuan dari berbagai kegiatan yang dilakukan dalam upaya pemantapan hasil skhir siswa dari kegiatan belajar.
Ada 4 komponen keterampilan yang harus dimiliki oleh guru untuk pengajaran kelompok kecil dan perorangan. Komponen tersebut dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut:
a. Keterampilanmengadakan pendekatan secara pribadi
Siswa merasa yakin guru akan siap mendengarkan segala pendapatnya dan akan membantunya. Siswa merasa benar-benar diperhatikan oleh guru. Suasanan dapat diciptakan dengan cara:
c. Menunjukkan kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa baik dalam kelompok kecil maupun perorangan.
d. Mendengarkan secara simpatik ide-ide yang dikemukakan siswa
e. Memberikan respon positif terhadap buah pikiran siswa.
f. Membangun hubungan saling mempercayai.
g. Menunjukkan kesiapan untuk membantu siswa tanpa kecenderungan untuk mendominasi ataupun mengambil alih tugas siswa.
h. Menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian dan keterbukaan.
i. Berusaha mengendalikan situasi.

b. Keterampilan mengorganisasi
Dalam hal ini guru memerlukan keterampilan untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Memberikan orientasi umum, tentang tujuan tugas atau masalah yang akan dipecahkan sebelum kelompok mengerjakan berbagai kegiatan yang telah ditetapkan.
2. Memvariasikan kegiatan
3. Membentuk kelompok yang tepat
4. Mengkoordinasikan kegiatan
5. Membagi-bagikan perhatian
6. Mengakhiri kegiatan.
c. Keterampilan membimbing dan memudahkan pelajaran
Keterampilan ini memungkinkan guru membantu siswa untuk maju tanpa mengalami frustasi. Hal ini dapat dicapai bila guru memiliki keterampilan berikut:
1. Memberikan penguatan yang sesuai dalam bentuk kuantitas dankualitas. Karena pada dasarnya penguatan merupakan dorongan yang penting bagi siswa.
2. Mengembangkan supervisi proses awal yaitu yang mencakup sikap tanggap guru terhadap siswa secara perorangan maupun keseluruhan yang memungkinkan guru melihat atau mengetahui apakah segalanya berjalan dengan baik.
d. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar
Keterampilan ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kurikulum terutama pengembangannya. Kegiatan belajar mengajar ini mencakup:
1. Membantu siswa menetapkan tujan pelajaran yang dapat dilakukan dengan diskusi atau menyediakan bahan-bahan yang menarik yang mampu menstimulasi siswa untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Merencanakan kegiatan belajar bersama siswa yang mencakup kriteria keberhasilan, langkah-langkah kerja, waktu serta kondsi belajar.
3. Bertindak/berperan sebagai penasehat bagi siswa bila diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan berinteraksi aktif.
4. Membantu siswa menilai pencapaian dan kemajuannya sendiri. Hal ini berbeda dari cara penialaian tradisional yang pada umumnya dilakukan guru sendiri. Membantu siswa menilai diri sendiri berarti memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaikinya, sekaligus pencerminan kerjasama guru dalam situasi pendidikan yang manusiawi.







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komponen keterampilan bertanya dasar meliputi:
a. Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat.
b. Pemberian acuan.
c. Pemusatan.
d. Pemindahan giliran.
e. Penyebaran.
f. Pemberian.
g. Pemberian tuntunan.
Komponen-komponen keterampilan bertanya lanjut meliputi:
a. Pengubahan tuntunan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan.
b. Pengaturan urutan pertanyaan.
c. Menggunakan pertanyaan pelacak.
Komponen-komponen penguatan meliputi:
a. Penguatan verbal.
b. Penguatan non verbal.
Komponen-komponen keterampilan mengadakan variasi meliputi:
a. Variasi dalam gaya menghafal guru.
b. Variasi dalam penguatan media dan bahan pengajaran.
Komponen keterampilan menjelaskan meliputi:
a. Merencanakan.
b. Menyajikan suatu penjelasan.
c. Pemberian tekanan.
d. Balikan.
Komponen-komponen keterampilan membuka dan menutup pertanyaan meliputi:
a. Membuka pelajaran : menimbulkan motivasi; memberi acuan; membuat kaitan.
b. Menutup pelajaran : meninjau kembali; mengevaluasi.

B. Saran
Dalam melaksanakan Proses Belajar dan Mengajar di kelas, sebaiknya sebagai calon pendidik, kita harus bisa menguasai komponen keterampilan mengajar yang berkaitan dengan pengajaran mikro., menerapkannya dalam upaya meningkatkan kualitas kita sebagai calon pendidik dan juga menciptakan suasana yang akan menjadikan siswa lebih nyaman dalam menerima bahan ajar yang akan kita berikan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Bertanya Dasar dan Lanjut. Jakarta: Depdikbud.
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Memberi Penguatan. Jakarta: Depdikbud.
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil. Jakarta: Depdikbud.
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Mengadakan Variasi. Jakarta: Depdikbud.
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan. Jakarta: Depdikbud.
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Mengelola Kelas. Jakarta: Depdikbud.
Joni, T. Raka. 1984. Keterampilan Menjelaskan. Jakarta: Depdikbud.
Rohani, Ahmad. 1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rangka Cipta.

INOVASI PADA DIMENSI PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN FISIKA DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUMTINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

 INOVASI PADA DIMENSI PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN FISIKA DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUMTINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Oleh:
Edi Roniyadi
NIM. 0802091065

A. PENDAHULUAN
Dalam perjalanan sejarah, kurikulum pendidikan nasional kita telah mengalami perubahan, dimulai dari kurikulum 1947, kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan oleh kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis disertai berbagai inovasi sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Semua perubahan kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perubahan kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita.
Di dalam http://www.jambiekspres.co.id/index.php/guruku/858  diungkapkan bahwa perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan seperti  berikut ini.
1. Kurikulum 1947
Kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism, bertujuan untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Hal yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik, karena pendidik dibebani kesibukan menulis rincian mengenai apa yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengutamakan penerapan pendekatan proses (process skill approach), tetapi faktor pencapaiian tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi peserta didik ditempatkan sebagai subjek belajar, mereka digiring untuk melakukan berbagai keterampilan proses (dari keterampilan proses dasar sampai kepada keterampilan proses terintegrasi) melalui “Cara Belajar Peserta didik Aktif (CBSA) atau    Student Active Leaming (SAL). Kurikulum 1984  berorientasi kepada tujuan instruksional dengan berdasar pada pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai peserta didik.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilakspeserta didikan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi peserta didik untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran yang berorientasi kepada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara individual maupun klasikal.
9. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh peserta didik hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah pendidik lebih diberikan kebebasan untuk merencpeserta didikan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi peserta didik serta kondisi di mana sekolah berada. Hal ini disebabkan oleh karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.  
Melalui implementasi  KTSP  diharapkan agar fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud. Pada pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UUSP Tahun 2003) dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berkenaan fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita, pada bagian “penjelasan” UUSPN Tahun 2003 tercantum Visi dan Misi pendidikan nasional sebagai bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan. Adapun  Visi Pendidikan Nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebaga pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan Misi Pendidikan Nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan (5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka cukup beralasan jika semua oknum yang terlibat langsung dalam pengelolaan sistem pendidikan harus melakukan berbagai inovasi dalam melakspeserta didikan tugas dan tanggung jawabnya. Inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru tersebut dapat berupa hasil invensi atau discoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Udin Syaefudin Sa’ud, 2009).
Pendidik sebagai salah oknum yang dibebani tugas dan tanggung jawab utama untuk melaksanankan pembelajaran hendaknya mampu melakukan berbagai inovasi pada setiap dimensi pembelajaran (dimensi perencanaan pembelajaran, dimensi pelaksanaan pembelajaran, dan dimensi penilaian pembelajaran). Papa dimensi perencanaan pembelajaran sesungguhnya sudah tergambar aspek-aspek yang tercakup pada dimensi pelaksanaan pembelajaran dan dimensi penilaian pembelajaran. Oleh karena itu, dalam makalah akan diungkapkan inovasi pada dimensi perencanaan pembelajaran dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan bagi pendidik mata pelajaran fisika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
B. PEMBAHASAN
Fisika adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Salah satu ciri mata pelajaran Fisika adalah adanya kerjasama antara eksperimen dan teori. Teori dalam Fisika tak lain adalah pemodelan ilmiah terhadap berbagai dasar dan kebenarannya harus diuji dengan eksperimen. Ciri Fisika ini dikenal sebagai metode ilmiah. Dalam permasalahan yang alamiah seringkali memerlukan keterpaduan berbagai komponen sebagai dasar logika deskripsi permasalahan yang ada (Dirjen Pendidikan Menengah dalam Rosita Budi Indrayanti, 2006).
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti  mikroelektronika dengan ukuran yang sangat kecil, tetapi mampu memuat banyak informasi. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak  bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika. Oleh karena itu, peserta didik pada setiap jenjang pendidikan hendaknya memiliki pengetahuan tentang fisika.
Di dalam buku Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA / MA Mata Pelajaran Fisika (BSNP, 2006) dinyatakan bahwa mata pelajaran Fisika di SMA dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan Fisika yang ditunjukkan untuk mendidik peserta didik agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berpikir taat asas. Hal ini didasari oleh tujuan Fisika, yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan  gejala-gejala alam yang melibatkan zat (materi) dan energi.  Kemampuan observasi dan eksperimentasi ini lebih ditekankan pada melatih kemampuan berpikir dan bernalar eksperimental yang mencakup tata laksana percobaan dengan mengenal peralatan yang digunakan dalam pengukuran baik di dalam laboratorium maupun di alam sekitar kehidupan peserta didik.
Selanjutnya, dengan didukung kemampuan matematis yang dimiliki, peserta didik dilatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar yang taat asas. Kemampuan berpikir dan bernalar ini dilatihkan melalui pengelolaan data yang akurat, yang kebenarannya tidak diragukan lagi untuk selanjutnya dengan menggunakan perangkat matematis dibangunlah konsep, prinsip, hukum dan teori. Untuk melengkapi pemahaman yang lebih utuh tentang Fisika, maka perlu diperkenalkan pula postulat. Melalui konsep, prinsip, hukum, teori dan postulat ini dirumuskan materi pemersatu dalam Fisika (unifying conceptual).
Beberapa deskripsi keadaan diantaranya yang dapat dianggap sebagai materi pemersatu adalah deskripsi keadaan gerak (kinematika translasi dan rotasi), deskripsi interaksi mekanik (hukum Newton, gerak translasi dan rotasi, energi, momentum linier, momentum sudut). Konsep kerja sebagai upaya menampilkan deskripsi interaksi dan perubahan energi. Adapun konsep daya yang merupakan besaran laju perubahan energi melalui gaya dan impuls adalah deskripsi interkasi yang menyatakan perubahan momentum.
Untuk deskripsi keadaan mikroskopis  yang digunakan sebagai  materi pemersatu antara lain konsep gelombang yang menyatakan deskripsi keadaan atomis. Deskripsi mengenai partikel identik menghasilkan prinsip Pauli sedangkan deskripsi interaksi  kelistrikan dan interaksi kemagnetan serta medan elektromagnet mampu mengubah pandangan Fisika ke arah yang lebih rumit dan menarik perhatian banyak pihak.
Sejalan dengan uraian di depan, keilmuan Fisika mencakup perangkat keilmuan, perangkat pengamatan, dan perangkat analisis. Keempat perangkat tersebut bersinergi satu sama lain dalam membangun konsep, prinsip, teori, dan hukum Fisika. Selanjutnya untuk memperoleh pemahaman mengenai keutuhan Fisika SMA juga diperkenalkan adanya postulat-postulat sederhana.
Perangkat keilmuan mencakup obyek telaah Fisika yang meliputi: zat, energi, gelombang dan medan. Sedangkan telaah keilmuan mencakup bangunan ilmu yang meliputi: mekanika, termofisika, gravitasi, optika, kelistrikan dan kemagnetan, Fisika atom dan inti
Perangkat pengamatan mencakup perangkat untuk melakspeserta didikan observasi untuk menelaah fenomena obyek dan kejadian fisis pada daerah makroskopis maupun mikroskopis. Perangkat ini mencakup alat ukur besaran fisis dan tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen. Dalam kaitan ini disamping pemahaman alat ukur secara benar, diperlukan pula tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen.
Perangkat analisis merupakan perangkat dalam melakspeserta didikan perhitungan terhadap hasil pengukuran. Perangkat ini meliputi penguasaan matematis di kalangan peserta didik baik penguasaan trigonometri, aljabar, geometri bidang dan ruang sebagai upaya menelaah bangun ilmu secara akurat.
Pada bagian lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi setiap mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bawa fisika pada satuan pendidikan SMA/MA dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk  memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi  serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran fisika dilakspeserta didikan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (BSNP, 2006)
Pada bagian yang sama dinyatakan bahwa mata pelajaran fisika di SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal: (1) membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2) memupuk sikap ilmiah yaitu jujur,  obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (3) mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; dan (5) menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk dapat mencapai tujuan mata pelajaran fisika pada satuan pendidikan SMA/MA, maka pendidik mata pelajaran fisika harus melakukan inovasi pada setiap dimensi pembelajaran fisika. Namun sebelum itu, terlebih dahulu dikemukakan secara singkat mengenai “apa sesungguhnya pembelajaran itu ?”.
Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran, antara lain: (1) kegiatan peserta didik yang direncpeserta didikan oleh pendidik untuk dialami peserta didik selama kegiatan belajar-mengajar (Mulyati Arifin, 2000); (3) pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik menjadi berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2002); dan (3)  pembelajaran ádalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UUSPN Tahun 2003, pasal 1).
Pengertian tersebut di atas nampaknya masih bersifat umum.  Haryanto (dalam Basuki Dwi Sulistyo, 2007) mengemukakan pengertian pembelajaran yang bersifat khusus, menurut pandangan dari beberapa teori belajar, yaitu: (1) pembelajaran adalah suatu usaha pendidik membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan dengan subjek belajar serta perlu diberikan reinforcement (hadiah) untuk meningkatkan motivasi kegiatan belajar (teori behavioristik); (2) pembelajaran adalah cara pendidik memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berpikir agar memahami apa yang dipelajari (teori kognitif); (3) pembelajaran adalah usaha pendidik memberikan mata pelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik lebih mudah mengaturnya menjadi suatu Gestalt atau pola bermakna, sehingga bantuan pendidik diperlukan untuk mengaktualkan potensi yang terdapat pada diri peserta didik (teori Gestalt); dan (4) pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada si belajar untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya (teori Humanistik).
Berkenaan dengan pengertian pembelajaran, Darsono (2002) mengemukakan beberapa ciri-ciri pembelajaran, yaitu: (1) pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncpeserta didikan secara sistematis; (2) pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi peserta didik dalam belajar; (3) pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi peserta didik; (4) pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menyenangkan bagi peserta didik; dan (5) pembelajaran dapat membuat peserta didik siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis.  
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan perencanaan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dari beberapa pengertian tentang perencanaan, Husaini Usman (2008) menyimpulkan bahwa perencanaan adalah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan. Ia melanjutkan bahwa dari definisi perencanaan tersebut, perencanaan mengandung unsur: (1) sejumlah kegiatan yang ditetapkan sebelumnya; (2) adanya proses; (3) hasil yang ingin dicapai; dan (4) menyangkut masa depan dalam waktu tertentu.
Berkenaan dengan implementasi KTSP, di mana tenaga pendidik diberi kewenangan atau otonomi penuh untuk melakukan perencanaan pembelajaran terhadap mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan lingkungan dan kondisi peserta didik serta kondisi di mana sekolah berada. Selain program tahunan (prota) dan Program semester (prosem), dimensi perencanaan proses pembelajaran fisika yang harus memiliki nuansa inovasi. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompe­tensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar (BSNP, 2007)
1. Inovasi pada Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Fisika
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) apa kompetensi yang harus dicapai peserta didik yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok; (2) bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam pengalaman belajar beserta alokasi waktu dan alat sera sumber belajar yang diperlukan; dan (3) bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan penyusunan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai (Puskur, 2006).
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, ma­teri pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pen­capaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sum­ber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lu­lusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Ting­kat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para pendidik secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Pendidik Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Pendidik (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang ber­tanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pen­didikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang me­nangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
a. Prinsip Pengembangan Silabus
Terlepas dari siapa yang mengembangkan silabus, di dalam buku Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA / MA Mata Pelajaran Fisika (BSNP, 2006) dinyatakan bahwa dalam pengembangan silabus, para pengembang harus mengikuti prinsip pengembangan silabus, yaitu: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, serta menyeluruh.
Prinsip ilmiah mengisyaratkan bahwa Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Sumber-sumber yang dijadikan sebagai rujukan dalam memilih materi dan kegiatan pembelajaran, serta penetapan penilaian memiliki landasan teori yang sudah teruji kebenarannya. Oleh karena itu  materi pembelajaran yang masih diperdebatkan misalnya, tidak boleh digunakan karena belum teruji kebenarannya. Begitu pula dalam mengembangkan bahan ajar, sumber referensi yang digunakan harus jelas dan otentik.  Beberapa lembar kerja peserta didik yang beredar disinyalir belum diverivikasi tidak boleh diimplimentasikan, sehingga pendidik diharapkan mampu menyusun sendiri lembar kerja peserta didik yang inovatif dengan berdasar kepada situasi dan kondisi di mana sekolah berada dan karakterisistik peserta didik.
Prinsip relevan mengisyaratkan bahwa cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. Pendidik secara cermat dan teliti merancang kegiatan pembelajaran, indikator dan materi pembelajaran sesuai dengan tingkat berpikir pesereta didik. Standar kompetensi yang berkaitan dengan mekanika di kelas X misalnya, hendaknya dirancang lebih sederhana dibanding dengan standar kompetensi yang hampir sama di kelas XI. Selain tingkat berpikir yang berbeda, kebutuhan dan potensi kelas XI sudah lebih spesifik karena peserta didik ada dalam kelompok program IPA. Dengan demikian tingkat kesukaran, cakupan dan kedalaman materi menjadi berbeda. Perbedaan tingkat kesukaran, cakupan, dan kedalaman materi dapat terjadi karena perbedaan sekolah berdasarkan potensi peserta didik atau daya dukungnya. Oleh karena itu, pendidik hendaknya mampu melakukan inovasi dalam pengembangan materi pembelajaran tanpa terpengaruh oleh pendidik dari sekolah lain.
Prinsip sistematis mengisyaratkan bahwa komponen-komponen silabus  saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Hubungan antara kompetensi dasar dengan materi dan kegiatan pembelajaran serta penilaian harus sistematis dan koheren. Pemilihan materi pembelajaran, indikator, kegiatan pembelajaran serta penilaian harus merupakan kesatuan yang utuh. Kompetensi mengukur seperti di kelas X dengan kegiatan pembelajaran praktik secara sistematis memerlukan penilaian kinerja, tidak cukup hanya sebatas dengan penilaian tertulis. Begitu pula dalam memilih materi dan membelajarkan KD 1.2 di kelas X tentang penjumlahan vektor, pendidik perlu mengkonstruksi konsep vektor melalui tahap-tahap yang sistematis. Pendidik perlu memperagakan beberapa contoh bentuk-bentuk vektor yang bisa dipahami oleh peserta didik. Perlu dihindari penanaman konsep dimulai dari definisi yang abstrak bagi peserta didik. Oleh karena itu, pendidik harus mampu merancang materi dan kegiatan pembelajaran inovatif dengan memulainya dari hal-hal yang konkret.
Prinsip konsisten mengisyaratkan bahwa adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian. Konsistensi diperlukan dalam semua langkah pengembangan silabus  terutama dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian. Sebagai contoh beberapa konsep dan prinsip penulisan hasil pengukuran secara konsisten harus digunakan dalam semua kompetensi di semua tingkatan kelas. Kekeliruan yang sering terjadi pendidik hanya menggunakan prinsip penulisan hasil pengukuran pada KD 1.1 di kelas X. Angka penting tidak lagi digunakan oleh pendidik mau pun peserta didik ketika menuliskan hasil pengukuran melalui praktik atau latihan penyelesaian soal.
Prinsip memadai mengisyaratkan bahwa Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. 
·         Indikator harus memadai sehingga mencapai kompetensi yang diperlukan. Keseluruhan indikator dalam satu KD minimal harus mencapai tingkat kompetensi dalam KD, meskipun dapat dikembangkan lebih tinggi jika kondisinya memungkinkan
·         Materi harus memadai dari kedalaman dan keluasannya.
·         Pengalaman belajar yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran memadai dalam keragaman dan kekayaannya. Pengalaman aktif di kelas melalui praktik dan bersentuhan langsung dengan objek atau miniatur objek yang dipelajari sangat disarankan dalam mata pelajaran fisika
·         Penilaian memadai sehingga keseluruhan indikator dan KD terukur keberhasilannya baik dari aspek pengetahuanh, praktik, dan/atau sikap.
·         Pemanfaatan sumber belajar harus memadai baik referensi, media atau alat yang digunakan termasuk lingkungan sebagai sumber belajar.
Contoh pengalaman belajar yang memadai untuk pembelajaran tentang listrik di kelas X semester 2 dapat dilakukan melalui:
·         strategi ekspositori di kelas dalam kegiatan tatap muka,

Senin, 23 Mei 2011

Profesionalitas Guru di Era Global

Profesionalitas Guru di Era Global



Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan,
Engkau patriot pahlawan bangsa,
Pahlawan tanpa tanda jasa …

Potongan lagu ‘hymne guru’ di atas menunjukkan betapa berarti dan pentingnya keberadaan seorang guru bagi kehidupan seorang manusia dalam menjalani hidupnya. Guru berada di garis depan dalam memberi penyejuk dan kemajuan suatu bangsa. Tanpa guru, sistem yang dibangun tidak akan berhasil.
“No Teacher, No Education”, demikian pernyataan Presiden Vietnam Ho Chi Minh. Sehingga moto tersebut dijadikan landasan pemerintahannya dalam membangun Vietnam yang berlandaskan pendidikan dengan guru sebagai intinya.
Sedangkan bagi seorang Fuad Hasan (alm), ”Jangan terlalu meributkan soal kurikulum dan sistemnya. Itu semua bukan apa-apa, justru pelaku-pelakunya (guru) itulah yang lebih penting diperhatikan.” Beliau berpendapat bahwa kualitas gurulah yang justru menjadi permasalahan pokok pendidikan di manapun.
Dan masih banyak pendapat yang mendukung tentang begitu pentingnya keberadaan guru dengan peran dan fungsinya dalam mencerdaskan anak bangsa di manapun.
Namun pertanyaannya hari ini adalah; adakah masih cukup bertahan anggapan demikian di tengah tuntutan zaman yang semakin berubah dan menginginkan pergerakan kemajuan yang lebih cepat dan dinamis ?
Fenomena guru hari ini
Di hari peringatan Guru Nasional saat ini, pertanyaan di atas sepatutnya menjadi renungan kita bersama. Karena hal tersebut dapat dibuktikan dengan jawaban yang diberikan anak-anak Indonesia ketika diajukan pertanyaan; Apa cita-citamu kelak jikalau sudah besar/dewasa nanti ?, maka rata-rata mereka menjawab, akan menjadi dokter, insinyur, arsitek, manajer, pengacara, diplomat, pilot, dll nya. Lalu dimanakah posisi guru dalam pikiran mereka ?. Kenapa mereka tidak berkeinginan menjadi guru ?, seperti guru-guru mereka yang memang setiap hari mereka gauli bahkan ‘diayomi’ oleh guru-guru mereka ?.
Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa fenomena kritik yang dilontarkan di tengah masyarakat terhadap keberadaan guru, yang terkesan ‘tidakberdaya’ menghadapi derasnya arus globalisasi termasuk ide-ide ideal yang disampaikan baik dari pemerintah, DPR, akademisi, maupun kalangan lainnya.
Fenomena tersebut, antara lain :
- Masih adanya guru yang lebih senang menggunakan suatu produk pembelajaran yang bersifat ’instan’ daripada berlatih mendesain sendiri, dimana hal tersebut sebagai bukti belum teraktualisasinya kompetensi guru.
- Masih adanya guru yang lebih senang dan bangga menjadi satu-satunya sumber belajar tanpa berpikir perlunya berinteraksi dengan ’makhluk’ lain selain dirinya. Menjadi pewarta materi dengan peserta didik yang duduk senang tanpa ‘perlawanan’, juga menjadi kebanggaannya. Padahal keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran merupakan conditio sine qua non atau mutlak dilakukan.
- Masih adanya guru yang lebih senang menggunakan ’ancaman’ untuk mengingatkan peserta didik daripada menerapkan teknik-teknik profesionalnya saat dididik menjadi guru sebelumnya. Padahal guru sudah mempelajari kaedah dan teori pemberian reward dan memahami bahwa memberikan reward bagi peserta didik merupakan kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan dan menjadi bagian yang utuh dalam proses pembelajaran.
- Juga terlihat adanya guru yang masih asing bahkan sinis terhadap inovasi tapi suka menganggukkan kepala tanda setuju tanpa memikirkan secara mendalam makna anggukan kepala tersebut. Gurupun terlihat ’kebingungan’ ketika datang suatu perubahan tanpa mencerna terlebih dahulu makna perubahan tersebut.
- Masih adanya guru yang lebih senang menyimpan alat peraga secara rapi di lemari daripada memanfaatkan alat tersebut guna kepentingan proses pembelajaran. Padahal guru sudah belajar tentang teori perkembangan kognitifnya Piaget dan telah memahami sejak dari dulunya, bahwa pembelajaran dengan alat peraga lebih bermakna daripada pembelajaran tanpa alat peraga.
- Masih adanya guru yang tidak mau belajar membuat karya ilmiah dan lebih senang dengan pilihan golongan kepegawaiannya tetap di IVA, sehingga merasa ”bebas administrasi”.
- Ada juga guru yang senang menggunakan peserta didiknya sebagai objek ’les privat’ dengan memberikan perhatian khusus bagi peserta didik yang mengikuti les privatnya.
Kondisi-kondisi tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut, antara lain :
1. Kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya menaikkan tingkat profesionalitasnya, sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin dianggap tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan yang diperolehnya.
2. Penghasilan yang diperoleh guru masih belum mampu memenuhi hidup harian keluarga secara mencukupi, meskipun sudah ada upaya pemerintah untuk menaikkan penghasilan guru dengan program peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru (dimana pemerintah telah ‘menjanjikan’ akan menaikkan gaji guru dan dosen hingga 300 persen, dengan berbagai persyaratan harus memenuhi kompetensi dan sertifikasi).
3. Meledaknya jumlah lulusan guru dari tahun ke tahun.

Kompetensi personal, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah menegaskan bahwa yang dimaksud guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Disamping itu, di era global saat ini, dituntut adanya fungsi dari keberadaan guru sebagai tenaga profesional, yang mampu meningkatkan martabat serta mampu melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, dan kreatif.
Untuk itu sewajarnyalah profesionalitas guru, harus terkait dan dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas dan aktivitasnya sebagai guru, sehingga guru dapat menghadapi arus globalisasi dengan efektif dan tanpa ‘ketidakberdayaan’.
Adapun kompetensi-kompetensi penting dari seorang guru tersebut, adalah :
Kompetensi personal, yaitu kompetensi nilai yang dibangun melalui perilaku yang ditampilkan guru. Dapat memiliki pribadi dan berpenampilan menarik, yang menyenangkan, pandai bergaul - tidak saja dengan sesama guru tapi juga dengan peserta didiknya - sehingga menjadi dambaan bagi setiap orang setidaknya yang berada di sekitarnya, dan adalah sosok guru yang menjadi panutan bagi peserta didik dan masyarakat.
Kompetensi profesional, adalah kompetensi yang langsung menyentuh bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, metode pembelajaran, sistem penilaian (evaluasi), pola bimbingan, konsultasi siswa, dll nya yang mesti dimiliki seorang guru secara efektif.
Kompetensi sosial, adalah kemampuan atau kompetensi yang terkait pada hubungan serta pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat.
Pemberdayaan profesionalitas guru
Dengan menilik kondisi dan perkembangan dunia yang semakin menglobal sementara kedudukan guru yang tidak tergeserkan dalam fungsinya sebagai pencerdas bangsa dan memajukan dunia pendidikan, tentunya menjadi ‘kemestian’ kata kunci ‘profesional’ guru yang wajib selalu ditingkatkan disamping perlu juga dilakukan program-program lain yang mendukung.
Karena itu, guru jangan sampai hanya disibukkan dengan mengajar saja (meski memang sudah menjadi aktivitas rutin yang dilakoni guru), tapi juga harus mampu menampilkan profesionalitasnya dalam menjalankan fungsi-fungsinya.
Beberapa hal yang perlu dilakukan, adalah :
1. Dengan karya nyata dan sikap seorang gurulah yang mampu mengangkat harkat dan martabatnya serta diakui keprofesionalannya oleh masyarakat.
2. Guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya guru harus melakukan pengayaan dan pembaruan di bidang ilmu, pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya secara terus menerus.
3. Mengefektifkan perubahan budaya mendengar dan mendongeng menjadi budaya membaca, menulis, dan diskusi. Karena dengan budaya membaca, menulis, dan diskusi akan tumbuh kehidupan ilmiah di tengah masyarakat khususnya kalangan guru.
4. Guru harus paham dan melakukan penelitian-penelitian guna mendukung efektifitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak dengan praktek pengajaran yang menurut asumsinya sudah efektif, namun kenyataannya justru bisa mematikan kreativitas peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian dapat memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Gurupun mesti mampu melakukan dialektika dengan realitas kehidupan (kontekstual) hari ini. Hal ini dianggap penting, karena tanpa adanya dialektika dengan realitas kehidupan akan kehilangan makna dan konteks pembelajaran yang disampaikan, sehingga proses pembelajaran nantinya seperti di ruang hampa, hanya ilusi atau sekedar fatamorgana. Berdialektika dengan realitas kehidupan maka fungsi pragmatis akan bersinergi dengan fungsi idealis, sehingga akan berguna dalam pemberian makna pembelajaran bagi masa kekinian maupun masa yang akan datang.
6. Bagi pemerintah, penting untuk mengkaji ulang kurikulum perkuliahan institusi penghasil guru, dengan menekankan pada kompetensi guru yang berkualitas dan mumpuni.
7. Pemerintah juga diharapkan dapat melaksanakan secara efektif program penempatan guru di wilayah-wilayah pelosok Indonesia yang masih banyak membutuhkan guru dengan memberikan pendapatan yang sesuai.
8. Pemerintah perlu bersungguh-sungguh merealisasikan anggaran pendidikan yang 20 % (dari APBN dan APBD) sebagai syarat upaya meningkatkan kualifikasi dan profesionalitas guru serta dunia pendidikan secara umum.
 

Blogger news

About